Road to Bromo (Tengger)
bromo dan lautan pasir |
Rencana ini udh lama
kita sepakatin, yaitu ke Bromo setelah UTS selesai. Beberapa hari sebelumnya ak
berhasil ngajak seorang temenku dan pacarnya buat barengan ke Bromonya. Tapi
beberapi hari menjelang hari H mereka cancel gara2nya lagi kerja sore. Berhubung
ak jg udh izin, dan momen di rumah lagi pas. Lagi2 harus pergi berdua, yaa
gpapa lah ya.
Setelah sholat
maghrib dan isya di Masjid Agung Nasional di Kebonsari, sekitar pukul 19.00
kami berangkat menuju Tongas (Probolinggo) lewat Bangil. Panda memilih jalur
Tongas entah kenapa ak jg gaktau, tp berdasarkan informasi yang berhasil ak
kumpulin jalur Tongas adalah jalur umum yang banyak digunakan oleh banyak
wisatawan karena medannya cukup ramah. Apalagi kami berdua naik motor, bebek
lagi. Sepanjang perjalanan menuju Tongas, banyak truk-truk yang juga turut
melintas. Kacamata yang tadinya mau dipake pas di gunung udah dipake duluan
biar mata gak kelilipan tapi tetep bisa liat luar. Maklumlah ya, kaca helmku
udh kabur gak jelas wkwk. Masker yang tadinya mau dipake di lautan pasir juga
harus turun aksi.
Sepanjang perjalanan
alhamdulillah nggak ada salah jalan atau jalanan rusak/gelap ataupun kena
tilang polisi wkwk, oiya km berangkat tanpa stnk karena lagi diurus
perijinannya. Nekat bgt kan??? Dia bilang sih pernah ke Bromo sama temen tapi
via jalan yang beda. Rutenya kayak gini nih :
Sampek di Tongas
kita brenti makan malem, kita berangkat sabtu malem yang biasanya kita dinner
malming. Kali ini makan malem pinggir jalan Raya Tongas bareng bapak-bapak
sopir truk. Sambil santap malam itu, kami mengecek hp kami masing-masing.
Ternyata sinyal masih sangat tercover. Dianya sih twitteran sambil nyuekin ak
kayak biasa. Ak sendiri cek google map bwt jalanan selanjutnya. Oiya, kita
makan sekitar oukul 22.00, perjalanan sekitar 3 jam dari Surabaya ke Tongas.
Sesudah kami makan, kami memastikan jalan ke orang sekitar. Benar saja, jalanan
tinggal belok ke kiri dan lurus aja naik ke Tengger. Kami membayar 20ribu
untuk 2 porsi makanan. Cukup enak,
kenyang, dan murah hemmmmm.
Sekitar 1 jam kami
berenti di warung itu sambil istirahat. Ketika kami berangkat lagi, ternyata
wilayah sekitar sedang mati lampu. Gelap banget, kesan serem pasti ada. Tapi
gak lama kemudian nyala yeyeiiii.
Setelah kami belok
di jalan masuk Polsek Tongas, jalanan memasuki jalanan perkampungan. Bukan lagi
jalan raya. Awalnya masih ada rumah-rumah warga di kanan kiri jalan, namun
semakin jauh rumah-rumah makin jarang. Terkadang kanan kiri kami Cuma sawah
atau pohon-pohon tebu tanpa lampu. Yang paling serem waktu ada belokan gelap
menyempit yang kanan-kirinya pohon besar. Kami sempet berenti karena nggak
yakin, nunggu ada orang yang juga lewat. Gak lama setelah itu sebuah motor yang
dikendarai bapak ibu menyapa kami dan mengajak kami berangan naik. Bapak itu
naik motor matic, entah kenapa dia bisa maju kenceng sementara kami harus
pelan-pelan melawan liku-liku jalan. Bapak itupun hilang, kami tetep lanjut dan
berkali-kali bertemu dengan orang yang juga akan ke bromo. Sekitar setengah
perjalanan, ada pom bensin terakhir sebelum sampai di bromo. Kami mengisi lagi
bensin kami walaupun belum habis sebagai antisipasi. Jalanan masih jauh, kata
warga yang ada dibawah sana tadi perjalanan ke atas berjarak 33 kilo!!!!! 33
kilo dengan jalanan yang gelap dan menanjak. Kita akhirnya sampai di Cemoro
Lawang sekitar pukul 00.30. kita sempet berenti diperjalanan menanjak itu
karena motornya kepanasan wkwk. Sesampai cemoro lawang, si panda beli kopi sama
bakpau yang keangetannya Cuma bisa bertahan beberasa saat aja hihhi. Suhu
mulai dingin, ak mulai menggigil gigi mengetuk-ngetuk ckckckc.
Di cemoro lawang,
mobil pribadi dilarang masuk. Untuk pengendara motor, kami membayar 25 ribu
dengan rincian sebagai berikut : 2 orang pengunjung @12ribu dan 1 motor 3000.
tapi kata penjaga pas mbayar 25rebuuu aja hihi. Suhu yang dingin membuat ak
masih enggan bwt langsung lanjut ke lautan pasir, jarak dari cemoro lawang ke
lautan pasir emang deket. Sekitar 500 meter aja. Apalagi kata orang-orang jam
segini suhunya sangat dingin dan gelap. Trius ada kata-kata "nanti mbaknya
nggak kuat" wahwah, makin bulet aja kepengenanku buat ngendon disitu. Tapi ngeliat orang-orang pada berangkat dan
kami nganggur disitu akhirnya berangkat juga sekitar pukul 01.30. jalanan
memang deket tapi menurun, dibawah udah lautan pasir walaupun gak keliatann sih
hehe.
Karena kami masih
ragu kita sempat terombang-ambing di lautan pasir pas abis turun dari cemoro
lawang. Lautan pasir sangat luas, gelap, dan dingin sementara kami nggak tau
jalan buat ke penanjakan. Akhirnya kami ngikutin para motor, eh ternyata para
motor ini juga nggak tau. Diikutin malah salah-salah terus. Akhirnya kita
ngikutin mobil jeep. Kendalanya mobil jeep bisa melaju kenceng banget di pasir,
sementara kami dan motor-motor lain harus pelan-pelan sambil sesekali
terseok-seok. Disini slah satu letak serunya (menurutku). Setelah lama berjuang
melawan medan pasir dan ketidaktahuan arah ditambah suhu dingin, akhirnya kita
sampai di jalan masuk penanjakan. Sampai disini bensin kami belum turun
sedikitpun, masih full. Oiya, saking gelapnya hape kecilku yang biasanya buat
nelpon sm sms doang jadi kepake gara2 senternya usefull hehe.
Masuk penanjakan,
banyak ojek menawarkan jasa karena mereka bilang medan sangat berbahaya
kemiringan bisa 45 derajat. Kami sih optimis aja, toh kami juga sering melewati
jalan menanjak pake motor kami sendiri bensin juga siap tempur. Tapi nggak lama
setelah itu penanjakan mulai menampakan wujud aslinya hehe. Ak harus turun
karena motor gak kuat nanjak. Okee ak jalan kaki bareng sebuah rombongan yang
cewek-ceweknya juga jalan kaki. Saking curamnya, ak yang sebelumnya nggak ada
persiapan fisik jadi sakit pangkal pahanya. Belum lagi pasir yang bikin langkah
kakiku merosot-merosot ke bawah kayak mau jatoh. Jalan 10 meter aja udah kayak
jalan sekilo. Ditengah ak jalan kaki, ternyata para motor berenti dipinggir
jalan. Termasuk si panda, ternyata motor kami bensinnya langsung turun drastis.
Segaris diatas garis merah setalh melalui jalanan nanjak itu. Kami sempet
berpikir nerima ojek aja, tp gimana dengan motor kami. Rombongan itu pun
berangkat, nggak mungkin juga mereka nunggu kami yang baru dikenal malem ini.
Kami berdua sempet bingung. Sempet mau nurunin motor aja, kami putuskan buat
balik turun. Tapi, dengan medan sangat miring tersebut mustahil buat bisa
muterin arah motor, bisa nggelundung motornya ntar. Pengen nangis, ak ragu
banget motornya masih kuat disamping pertimbangan bensin yang menipis. Kami pun
terdiam nggak ngerti harus apa , lama berenti dia mengajakku buat naik ke atas.
Ada tapinya, ditanjakan ak harus jalan dan sesekali bantuin dorong motor,
begitu jalan cukup datar ak bisa naik. Oke ak ikutin aja. Awal berangkat
jalanan cukup nanjak, ak harus jalan dan sedikit dorong di beberpa titik. Namun
siapa sangka, gak lama jalanan mulai mendatar. Miring pun masih tergolong
wajar, itu sangat melegakan kami. Kami bergoncengan hingga akhirnya sampai di
penanjakan 1, alhamdulillah. Kami segera memarkir motor, karena matahari udah
mulai ngintip. Suhu disini sangat amat dingin, si panda yang suka tidur pake
kipas rumah di dataran tinngi pake ac aja kedinginan menggigil. Lahhh apa kabar
gue? Wkwk. Pake kipas di kamar aja jrang krna suka kedinginan, banget
kedinginannya. Sampek tanganku kaku sulit buat dipake, jadi sering minta
bantuin panda buat ambil ini, pegang itu, dan bantuin ngelap ingus hehehehe
joyokkkk yah. Penanjakan 1 udah sangat penuh dengan orang, tapi itu gak
mengurangi keademannya. Hari itu mentari tetap muncul seperti biasa walaupun
bulan ini adalah awal musing penghujan, namun tak memperlihatkan wajahnya
dengan jelas. Ini yang dinantikan para pemburu penanjakan 1, walapun sempet mereka
sempat kecewa mentari keluar dengan malu-malu. Tapi tidak bagi kami, perjuangan
menaklukkan penanjakan sangat memberikan kepuasan yang berarti. Disekitar ada
papan petunjuk yang ada keterangan bahwa disitu merupakan gunung penanjakan
dengan ketinggian 2700 mdpl. Dengan bangga kami mengambil gambar disitu. Disaat
orang balik, kamipun juga. Kami mampir di lapak sekitar yang menjual
"makanan kehangatan" hehe. Menurut info, harga seporsi indomie bisa
8ribu disini. Kami memesan 2 porsi bakso dan susu milo, belum lagi si panda
cemal cemil pisang goreng panas yang berasa dingin waktu nyampek mulut. Kami
membayar 35 ribu buat 2 porsi bakso, segelas susu panas, sama 4 buah pisang
goreng. Mahal emang, tapi sebandinglah sama usaha para penjual buat bawa2
barang itu ke tempat macem ini. Setelah itu kami memutuskan untuk turun, dan
lucunya bensin kami jadi nambah ke 1 garis diatas garis tengah wkwk. Kasiann
yah motornya.
Jalanan turun bukan
masalah, semua orang juga tau turun pasti gampang duibanding naik. Kami juga
sempatkan beberapa kali foto di kanan kiri jalan. Pas di lautan pasir, terlihat
ebebrapa kendaran bersiap untuk ke cemoro lawang. Lautan pasir udah berubah kayak
lautan debu waktu kendaraan2 ini barengan tancep gas. Masker jngan lupa,
dikesempatan seperti ini beberpa warga menjual masker. Terseok-seok di pasir
memang bukan perkara mudah, tapi lebih gampang diobandingkan tadi pagi. Sekitar
pukul 7 pagi kita sampai tepat dibawah bromo di dekat cemoro lawang, masker
kami sudah berubah warna menjadi kecoklatan. Berhubung hari ini adalah 10
November 2013, sedang ada upacara peringatan hari pahlawa di lautan pasir
bromo. kami pun berfoto bertiga bersama motor kami dengan penuh suka cita.
menanti sunrise di penanjakan |